cover
Contact Name
Fuad Mustafid
Contact Email
fuad.mustafid@uin-suka.ac.id
Phone
+6281328769779
Journal Mail Official
asy.syirah@uin-suka.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
ISSN : 08548722     EISSN : 24430757     DOI : 10.14421/ajish
Core Subject : Religion, Social,
2nd Floor Room 205 Faculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Marsda Adisucipto St., Yogyakarta 55281
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 51 No 1 (2017)" : 11 Documents clear
REDUKSI FUNGSIONAL DOSEN (Analisis terhadap Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2 Tahun 2013 tentang Disiplin Kehadiran Dosen) Nurainun Mangunsong
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.225

Abstract

Dalam ranah administratif, penyelenggaraan tata kelola dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri oleh Kementerian Agama ditopang dan didukung oleh instrumen legal dan organ kementerian di bawahnya. Tuntutan peningkatan mutu dosen dengan standar dan profesionalisme yang jelas, memperluas kewenangan Kementerian Agama yang tidak hanya sebatas pada delegasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga kewenangan bebas (diskresi) berupa kebijakan. Kebijakan adalah peraturan yang lahir dari tuntutan administrasi yang mendesak dan segera guna mempercepat capaian target pendidikan tinggi keagamaan yang telah ditetapkan. Namun kecepatan itu harus disertai langkah-langkah cermat dan motivasi yang baik, benar dan maslahah agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pokoknya. Berangkat dari prinsip itu, tulisan ini ingin mengkaji salah satu Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam yakni Perdirjenpendis No. 2 Tahun 2013 tentang Disiplin Kehadiran Dosen, yang muncul belakangan setelah  Surat Keputusan Rektor No. 85 Tahun 2011 ditetapkan, yang dinilai mereduksi fungsional dosen. Kementerian Agama telat mengeluarkan peraturan sertifikasi yang diperintahkan PP No. 37 Tahun 2009 Tentang Dosen, yang akhirnya demi kebutuhan juklak dan juknis penyusunan kinerja dosen ditetapkanlah SK Rektor tersebut. Adanya dualisme aturan yang tumpang tindih tersebut tidak hanya menggeser makna kualitas dan kuantitas kinerja dosen, melainkan juga menimbulkan problem akuntabilitas kinerja dosen secara administratif. Dibutuhkan kebijakan khusus tentang disiplin dosen yang paralel dengan beban kinerja tridharma yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan PP No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen.
Peraturan dan Program Membangun Ketahanan Keluarga:Kajian Sejarah Hukum Khoiruddin Nasution; Syamruddin Nasution
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.318

Abstract

Tulisan ini merupakan hasil penelitian tingkat ketercapaian peraturan dan program yang bertujuan membangun ketahanan keluarga Indonesia dengan kajian sejarah hukum. Adapun hasilnya dapat ditulis empat catatan sebagai kesimpulan. Pertama, peraturan dan program membangun ketahanan keluarga sejak kemerdekaan dapat dikelompokkan menjadi 4 gelombang, yakni tahun 1954 dengan lahirnya BP4, tahun 1974 dengan lahirnya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, tahun 1999 dengan lahirnya Peraturan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, dan tahun 2009 serta tahun 2013 dengan lahirnya Peraturan Kursus Perkawinan. Kedua, kelahiran sejumlah peraturan dan program ini dilatari oleh fakta banyak terjadi perkawinan anak, perkawinan paksa, poligami semena-mena, talak semena-mena, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, tujuan lahirnya sejumlah peraturan dan program ini adalah agar tidak terjadi lagi perkawinan anak, perkawinan paksa, poligami semena-mena, talak semena-mena, dan kekerasan dalam rumah tangga. Keempat, tingkat ketercapaian tujuan kelahiran peraturan dan program ini belum tercapai sepenuhnya, kecuali peraturan yang lahir di gelombang ke-2. Namun diyakini bahwa program BP4, Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah dan Kursus Perkawinan, sangat besar perannya dalam membangun ketahanan keluarga, sebab program ini memberikan pengetahuan dan skill bagi calon suami dan isteri tentang kehidupan rumah tangga dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan keluarga. Sebab terjadinya perkawinan anak, perkawinan paksa, poligami semena-menam, talak semena-mena, dan kekerasan dalam rumah tangga adalah akibat dari rendahnya pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan rumah tangga dan rendahnya skill untuk menyelesaikannya. Karena itu program ini perlu mendapat perhatian serius dari para pihak yang mempunyai kewenangan, agar program ini dapat berjalan, lebih khusus program kursus perkawinan.
Kritik terhadap Hukum Islam Indonesia: Reinterpretasi Feminis Muslim terhadap Ayat Poligami Sofyan A.P. Kau; Zulkarnain Suleman
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.319

Abstract

Tulisan ini mengkaji pembaruan yang dilakukan kaum feminis dan sekaligus kritik terhadap hukum keluarga Islam Indonesia, khususnya tentang kebolehan poligami dalam UU Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kebolehan poligami tersebut dinilai oleh kalangan feminis tidak berkeadilan gender dan berdampak buruk terhadap perempuan dan anak. Untuk itu mereka melakukan kritik dan pembaruan. Salah satu bentuk pembaruan yang ditawarkan oleh kalangan feminis muslim adalah dengan melakukan reinterpretasi terhadap teks QS. al-Nisa’: 3. Ayat yang menjadi basis teologi atas kebolehan poligami ini dibaca ulang oleh kelompok feminis muslim dengan tiga pendekatan. Pertama, pendekatan holistik, yaitu pemahaman terhadap suatu ayat dengan mengaitkan ayat sebelum dan sesudahnya, melihat konteks historis turunnya ayat serta mendasarkan pemahamannya pada prinsip universal kemanusiaan. Kedua, pendekatan tafsir tandingan, yaitu dengan cara menghadirkan pendapat ulama tafsir yang pro terhadap pendapat feminis. Ketiga, pendekatan fikih alternatif, yaitu menghadirkan pemahaman alternatif yang didukung oleh pendapat ulama modern yang bercorak gender. Berdasarkan reinterpretasi dengan beberapa pendekatan tersebut diperoleh temuan bahwa poligami adalah tidak boleh (haram li ghayri ).
Perempuan dan Narasi Kekerasan: Analisis Hukum dan Medis Sirkumsisi Perempuan Mukhammad Zamzami
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.320

Abstract

Artikel ini membahas tentang narasi kekerasan terhadap praktik sunat perempuan perspektif Islam dan medis. Secara umum, tidak ada argumen otoritatif, baik Al-Qur’an maupun Hadis yang secara khusus melegalkan praktik penyunatan ini. Para ulama memiliki pandangan berbeda mengenai masalah ini, beberapa di antaranya menetapkan hukum khitan perempuan ini sebagai wajib, sunah, atau makrûmah (bentuk kemuliaan bagi perempuan). Dalam perspektif medis, sunat perempuan tidak memiliki keuntungan bagi kesehatan, justru praktik tersebut menyebabkan efek negatif seperti kerusakan alat kelamin dan mengganggu fungsi normal organ reproduksi. Selain itu, praktik ini dapat menyebabkan efek samping dalam jangka pendek dan jangka panjang. Praktik semacam itu juga bisa menimbulkan trauma dan tekanan psikologis pada perempuan yang mengalaminya.
Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Perkawinan Setelah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU – XIII/2015 Dian Ety Mayasari
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.321

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU–XIII/2015 memberikan tafsir konstitusional terhadap ketentuan Pasal 29 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya mengenai perjanjian perkawinan, sehingga memperluas pengertian dan ruang lingkup perjanjian perkawinan berkaitan dengan waktu pembuatan, isi dan berlakunya perjanjian perkawinan. Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi ini juga memperluas subjek pembuat perjanjian yang jika sebelumnya hanya calon suami dan calon istri, sekarang pasangan suami-istri yang sudah melangsungkan perkawinan juga bisa membuat perjanjian perkawinan. Perluasan ketentuan mengenai perjanjian perkawinan ini tidak boleh lepas dari syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan tidak boleh menyimpang dari asas perjanjian, yaitu asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, dan asas kepribadian.
Kanun Jenayah Syariah Brunei Darussalam 2013 dan Relevansinya dengan Delik Agama dalam RUU KUHP Indonesia Ocktoberrinsyah Ocktoberrinsyah
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.322

Abstract

Artikel ini berangkat dari kesenjangan antara fakta awal penerapan Kanun Jenayah Syariah dan kritik yang disampaikan oleh sejumlah sarjana pada saat Kanun Jenayah ditetapkan oleh Sultan Brunei Darussalam. Fakta menunjukkan bahwa kondisi sosial dan budaya masyarakat mengindikasikan efektivitas penerapan Kanun. Oleh karena itu artikel ini mencoba mendeskripsikan bagaimana substansi hukum dan budaya hukum yang ada di Brunei Darussalam agar mendapat gambaran yang utuh tentang implementasinya, karena kedua aspek hukum ini sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi hukum, di samping aspek struktur hukum. Artikel ini juga mengungkap peran penting falsafah MIB (Melayu Islam Beraja) dalam mendukung penerimaan masyarakat terhadap Kanun Jenayah Syariah. Di bagian akhir, artikel ini memaparkan relevansi kajian Kanun Jenayah Syariah dengan pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan delik agama dalam RUU KUHP Indonesia.
Respons Minoritas Non-Muslim terhadap Pemberlakukan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Ahmad Bahiej; Makhrus Munajat; Fatma Amilia
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.323

Abstract

Secara yuridis, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat merupakan qanun yang merevisi qanun-qanun tentang hukum pidana yang dikeluarkan sebelumnya. Qanun ini mulai berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan, yaitu berlaku sejak 22 Oktober 2015. Secara materiel, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengatur tentang tindak pidana khamar (minuman keras), zina, qadzaf (menuduh zina), maisir (perjudian), khalwat (mesum), ikhtilath (percumbuan), pelecehan seksual, pemerkosaan, liwath (homoseks), dan musahaqah (lesbian). Secara yuridiksi personal, Qanun Hukum Jinayat berlaku bagi orang Islam dan orang non-Islam yang melakukan jarimah bersama-sama dengan orang Islam (penyertaan), memilih untuk menundukkan diri secara sukarela pada Qanun Hukum Jinayat, atau melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana di luar KUHP tetapi diatur dalam Qanun Hukum Jinayat. Respons umat non-Islam terhadap pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat masih beragam. Beberapa menganggap tidak bermasalah dan menerima kehadirannya karena qanun mengajarkan kebaikan yang diajarkan di semua agama. Bahkan beberapa warga non-muslim memilih untuk menundukkan diri secara sukarela dengan alasan praktis dan cepat selesai dalam pelaksanaan hukumannya. Di pihak lain, beberapa tokoh umat non-muslim di Aceh menyatakan bahwa qanun seharusnya diberlakukan hanya bagi umat Islam. Namun demikian, karena pemberlakuan ini berdasarkan amanat Undang-undang, maka syarat penundukan diri secara sukarela tetap diserahkan kepada pribadi-pribadi umatnya. Proses legislasi Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat melibatkan beberapa tokoh umat non-Islam. Pelibatan ini dimulai saat penyusunan sampai sosialisasinya. Walaupun pelibatan ini masih kurang maksimal karena beberapa alasan, proses sosialisasi pemberlakuan Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat menjadi titik penting sehingga yuridiksi formil,materiel, dan personal qanun ini dapat dipahami dan dimengerti semua pihak di Aceh.
Hak Uji Materi Pemerintah Terhadap Peraturan Daerah (Kajian Terhadap Kewenangan Pemerintah Pusat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015) Efendi Efendi
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.324

Abstract

Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 137/PUU-XIII/2015 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pemerintah tidak mempunyai kewenangan lagi dalam pembatalan peraturan daerah, tetapi dalam kenyataanya Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2016 masih melakukan pembatalan terhadap 3143 Peraturan Daerah yang ada di seluruh Indonesia. Untuk itu penting kiranya untuk dikaji Kedudukan Pemerintah dalam hak uji materi terhadap Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kajian yang berkaitan dengan penelitian ini masuk dalam katagori kajian hukum normatif, untuk itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 137/PUU-XIII/2015, Pemerintah Pusat tidak lagi memiliki kewenangan untuk membatalkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, tetapi pemerintah masih memiliki kewenangan untuk membatalkan Peraturan Daerah Provinsi. Hal ini dikarenakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak membatalkan Pasal 251 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, melainkan hanya membatalkan Pasal 251 ayat (2) dari undang-undang dimaksud.
Idealisasi Pembuatan Akta Tanah Guna Menjamin Kepastian Hukum Zainuddin Zainuddin
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.325

Abstract

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, menjelaskan akta tanah harus dibuat dan penandatanganannya dilakukan didepan PPAT yaitu sebelum pemilik, penjual, saksi-saksi menandatangani, maka PPAT harus membaca terlebih dahulu baru dilakukan penandatanganan dan yang terakhir menandatangani adalah PPAT. Penandatanganan bukan di depan PPAT dapat menimbulkan akibat hukum seperti tidak ada kepastian hukum, akta PPAT tidak bernilai seperti akta otentik, tidak memenuhi syarat formil dan PPAT dapat dikenakan sanksi. Permasalahan dalam pembahasan ini adalah apa syarat-syarat dalam peralihan hak atas tanah dan bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini yaitu yuridis normatif. Kajian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data skunder belaka. Adapun maksud penggunaan metode pendekatan yuridis normatif dalam penelitian ini adalah disamping meneliti bahan-bahan pustaka yang ada, juga melihat kasus-kasus yang berkembang dimasyarakat sebagai bahan pelengkap.
Analisis Pragmatik Wacana Terjemahan Berdampak Hukum Mohamad Zaka Al Farisi
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.326

Abstract

Dalam penerjemahan, perbedaan BS (bahasa sumber) dan BT (bahasa target) meniscayakan penyesuaian. Penyesuaian sering kali berimplikasi terhadap aspek pragmatik yang hadir dalam bentuk kelewahan dan kelesapan dalam BT. Dalam kasus tertentu kelewahan dan kelesapan adakalanya berpotensi menimbulkan dampak hukum. Sekaitan dengan ini, ditelaah sebuah dokumen SPK (Surat Perjanjian Kerja) berbahasa Arab beserta terjemahannya sebagai korpus linguistik. Data dipilih secara purposif dengan memertimbangkan ada-tidaknya penambahan (addition) dan pelesapan (deletion) dalam BT. Temuan penelitian mengungkapkan adanya sejumlah penambahan dan pelesapan dalam terjemah SPK tersebut, terutama pada tataran kata dan frase. Secara umum, penambahan dan pelesapan dimaksudkan untuk menghadirkan ketedasan dan kenaturalan dalam terjemahan. Hanya terdapat satu penambahan dan tujuh pelesapan yang berpotensi menimbulkan dampak hukum antara lain karena melanggar maksim kualitas dan kuantitas.

Page 1 of 2 | Total Record : 11